Gambar dibuat oleh AI
Intan tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Ia hanyalah mahasiswi biasa, tenggelam dalam rutinitas kuliah dan tugas yang tiada habisnya. Dunia baginya adalah sekadar buku teks, kopi pahit, dan mimpi-mimpi yang terlalu jauh untuk digapai.
Namun, semua berubah ketika ia dan teman sekelasnya, Aldrian—lelaki tampan dengan sorot mata tajam dan kecerdasan yang sulit ditandingi—menemukan sesuatu yang seharusnya tidak ada: sebuah gerbang bercahaya di ruang arsip universitas.
---
Bab 1: Pintu ke Dunia Lain
Malam itu, Intan dan Aldrian terjebak di perpustakaan kampus karena tugas kelompok yang tak kunjung selesai. Ruangan sunyi, hanya diisi suara kertas yang berdesir dan detak jam dinding.
“Seharusnya kita bisa menyelesaikan ini lebih cepat kalau kamu nggak terlalu perfeksionis,” keluh Intan, meregangkan punggungnya.
Aldrian menatap layar laptopnya tanpa ekspresi. “Dan kalau kamu nggak terlalu suka menunda, kita nggak akan begadang di sini.”
Intan mendengus kesal. Sebelum ia bisa membalas, terdengar bunyi gemuruh dari balik rak buku di sudut ruangan.
“Apa itu?” Aldrian langsung berdiri.
Mereka saling berpandangan sebelum berjalan ke sumber suara. Rak buku yang seharusnya menempel ke dinding kini sedikit bergeser, menampakkan celah yang cukup besar untuk dilewati.
“Sejak kapan ada ruangan di sini?” gumam Intan.
Aldrian, yang selalu lebih penasaran dari yang seharusnya, melangkah masuk tanpa berpikir dua kali. Intan, meski ragu, mengikuti di belakangnya.
Di balik rak itu, ada sesuatu yang tidak masuk akal: sebuah gerbang berbentuk lingkaran, berpendar dengan cahaya biru keemasan, mengambang tanpa penyangga di tengah ruangan. Udara di sekitarnya bergetar, seolah menyimpan energi yang tidak berasal dari dunia ini.
“Ini... mustahil,” bisik Aldrian.
Namun sebelum mereka bisa memproses apa yang terjadi, cahaya dari gerbang itu semakin terang—dan dalam sekejap, mereka tersedot masuk.
---
Bab 2: Aetheria, Dunia yang Terlupakan
Mereka jatuh, bukan ke tanah, melainkan ke lautan cahaya. Dunia di sekitar mereka perlahan terbentuk—langit ungu dengan dua bulan menggantung di atasnya, pepohonan raksasa dengan daun berkilauan seperti kristal, dan udara yang terasa lebih ringan, lebih bersih.
“Aldrian... kita ada di mana?” suara Intan bergetar.
Aldrian tidak menjawab. Matanya terpaku pada sesuatu di kejauhan—sebuah kota dengan menara-menara menjulang, jalan-jalan yang berpendar, dan makhluk-makhluk asing yang berjalan di antara manusia.
Kemudian, suara nyaring terdengar.
“Kalian bukan berasal dari sini.”
Mereka menoleh. Seorang pria berambut putih panjang berdiri di depan mereka, mengenakan jubah hitam dengan simbol aneh di dadanya. Mata emasnya menatap mereka tajam.
“Aku Lysander, penjaga Aetheria,” katanya. “Dan kalian telah melanggar batas antara dunia.”
---
Bab 3: Ramalan yang Hilang
Aetheria adalah dunia yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang terpilih. Keberadaan Intan dan Aldrian di sini bukan kebetulan—mereka adalah bagian dari sebuah ramalan kuno, tentang dua manusia yang akan datang untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran.
“Ramalan itu mengatakan bahwa dua jiwa dari dunia lain akan datang melalui Gerbang Cahaya, membawa keseimbangan bagi Aetheria,” kata Lysander.
Intan tertawa kecil, mencoba menyangkal. “Kami cuma mahasiswa biasa. Kami bahkan nggak tahu bagaimana kami bisa sampai ke sini.”
Namun Aldrian tampak berpikir keras. “Kalau ada gerbang yang membawa kami ke sini, berarti pasti ada cara untuk kembali, kan?”
Lysander menghela napas. “Kalian bisa kembali, tapi tidak sebelum takdir kalian terpenuhi. Aetheria sedang dalam bahaya, dan hanya kalian yang bisa menghentikan kehancurannya.”
Dunia ini sedang dilanda perang antara dua faksi besar: Ordo Lumina, yang menjaga keseimbangan sihir, dan Klan Umbra, yang menginginkan kekuatan absolut. Jika perang terus berlanjut, Aetheria akan hancur—dan gerbang antara dunia mereka juga akan menghilang selamanya.
Mau tidak mau, Intan dan Aldrian harus berjuang.
---
Bab 4: Perjalanan Melawan Waktu
Mereka memulai perjalanan mereka, dari istana terapung di langit hingga ke lembah-lembah tersembunyi yang dihuni makhluk-makhluk legenda. Bersama Lysander dan pasukan Ordo Lumina, mereka mempelajari sihir dan strategi, berlatih bertarung, serta memahami dunia yang kini bergantung pada mereka.
Di antara pertempuran dan perjalanan panjang, Intan dan Aldrian mulai menyadari sesuatu: mereka tidak hanya saling melengkapi dalam misi ini, tetapi juga dalam cara yang lebih dalam.
Mereka bertengkar, berdebat, tapi juga saling melindungi dan menguatkan.
Hingga akhirnya, dalam pertarungan terakhir melawan pemimpin Klan Umbra, mereka harus mengambil keputusan yang sulit.
“Salah satu dari kita harus tetap di sini,” kata Aldrian.
Intan menatapnya kaget. “Apa maksudmu?”
“Jika kita berdua pergi, keseimbangan dunia ini akan hancur. Tapi jika salah satu dari kita tinggal, Aetheria akan selamat, dan yang lain bisa kembali ke dunia asal.”
Intan merasa dadanya mencengkeram rasa sakit yang tak terduga. Ia tidak ingin berpisah.
Tapi sebelum ia bisa berbicara, Aldrian tersenyum kecil. “Aku akan tinggal.”
“Tidak!” Intan hampir menangis. “Jangan lakukan ini!”
Namun Aldrian hanya mengusap rambutnya perlahan. “Aku lebih berguna di sini. Kamu yang harus kembali.”
Dengan kata-kata terakhir itu, Aldrian melepaskan sihir yang ia pelajari, menutup portal dan mengorbankan dirinya demi keseimbangan Aetheria.
---
Bab 5: Kembali ke Dunia Lama
Ketika Intan membuka matanya, ia kembali berada di perpustakaan universitas. Semua terasa seperti mimpi—tapi ia tahu itu nyata.
Tidak ada lagi portal, tidak ada lagi Aetheria. Hanya dirinya... tanpa Aldrian.
Namun, ia tidak menyerah.
Di dalam hatinya, ia tahu bahwa jika gerbang bisa terbuka sekali, maka pasti ada cara untuk membukanya lagi.
Dan suatu hari nanti, ia akan menemukan jalannya kembali ke Aldrian.
Hingga saat itu tiba, ia akan menjaga rahasia ini, merawat kenangan mereka, dan hidup dengan keyakinan bahwa takdir belum selesai menuliskan kisah mereka.
TAMAT.