Rabu, 05 Februari 2025

Kelelawar Langit dan Kota yang Hilang


Di sebuah desa terpencil yang tersembunyi di balik bukit berkabut, seorang pemuda bernama Raka selalu bermimpi tentang sebuah kota yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Kota itu mengapung di langit, bercahaya dengan menara kristal dan jalanan berlapis emas. Setiap malam, ia mendengar bisikan dari angin yang berdesir, seolah memanggilnya untuk mencari kota itu.


Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, seekor kelelawar raksasa dengan sayap berkilauan mendarat di halaman rumahnya. Makhluk itu memiliki mata sebesar batu safir, dan suaranya bergema dalam benaknya.


"Raka, kau adalah yang terpilih. Kota yang kau impikan benar-benar ada, tetapi tersembunyi dari dunia manusia. Jika kau ingin menemukannya, kau harus bersedia menempuh perjalanan melintasi langit dan melewati pintu gerbang yang telah lama terkunci."


Tanpa ragu, Raka menaiki punggung kelelawar itu. Dengan satu kepakan sayap, mereka melesat ke angkasa, melewati awan-awan tebal yang bercahaya biru. Angin menerpa wajahnya, tetapi hatinya berdebar penuh semangat.


Setelah berjam-jam terbang, mereka tiba di depan gerbang raksasa yang melayang di udara. Gerbang itu terbuat dari batu obsidian hitam, dihiasi ukiran makhluk-makhluk yang tampak hidup. Di tengahnya, sebuah kunci emas melayang, menunggu seseorang yang bisa membukanya.


"Hanya mereka yang memiliki darah keturunan pertama yang bisa memasuki kota ini," suara gaib bergema dari gerbang itu.


Tangan Raka gemetar. Ia tak tahu apakah dirinya benar-benar memiliki hubungan dengan kota ini. Namun, ketika ia mendekat, kunci emas itu bergetar dan perlahan masuk ke dadanya, seolah menjadi satu dengannya. Gerbang raksasa itu berpendar, lalu terbuka dengan suara gemuruh.


Di baliknya, terbentang kota terapung yang lebih indah dari mimpinya. Menara kristal menjulang ke langit, sungai emas mengalir di antara jalanan yang dipenuhi makhluk-makhluk bersayap. Di tengah kota, seorang wanita berjubah perak menatapnya dengan senyum penuh harap.


"Kau telah kembali, Pangeran Raka. Takdir telah membawamu kembali ke rumah."


Raka terhenyak. Apakah ini rumahnya? Apakah ia benar-benar bagian dari kota ini?


Jawaban itu masih menjadi misteri, tetapi satu hal yang pasti—petualangannya baru saja dimulai.


Sabtu, 01 Februari 2025

Negeri Tanpa Senja

 

Sumber : https://pin.it/gDFTSINYj

Di langit ketujuh, di balik tirai kabut keemasan, ada sebuah negeri yang tak tersentuh oleh waktu—Avelora, negeri tanpa senja. Matahari di sana tak pernah tenggelam, menggantung abadi di langit benderang, seolah-olah malam tak pernah memiliki hak untuk singgah.

Orang-orang Avelora menyebut diri mereka Elara, makhluk cahaya yang tak mengenal bayangan. Mereka hidup dalam keteraturan, di bawah aturan yang tak pernah dipertanyakan. Di Avelora, langit selalu biru, dan hati selalu terang—begitu yang selalu dikatakan oleh para tetua.

Namun, tidak semua mempercayai kata-kata itu.

Di antara mereka, ada seorang gadis bernama Lunaris. Ia berbeda dari Elara lain—bukan hanya karena matanya lebih gelap, tapi karena hatinya dipenuhi pertanyaan yang tak terjawab. Ia sering berdiri di ujung menara kristal, menatap ke arah cakrawala yang tak berubah, bertanya-tanya…

"Bagaimana rasanya melihat bintang?"

Tak ada yang bisa menjawabnya, karena di Avelora, bintang hanyalah dongeng lama, sesuatu yang telah dilupakan sejak waktu diciptakan.

Hingga suatu hari, sesuatu terjadi.

Sebuah celah muncul di langit. Hanya sekejap—tak lebih dari kedipan mata—tapi Lunaris melihatnya. Dalam celah itu, ada sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Warna yang asing, redup dan lembut seperti bisikan.

Itulah pertama kalinya ia melihat senja.


Bab 1: Bayangan yang Hilang

Lunaris tahu, apa yang ia lihat tak seharusnya ada. Namun, di dalam dirinya, ada sesuatu yang bangkit—sebuah rasa yang selama ini tak pernah ia pahami. Rasa rindu pada sesuatu yang belum pernah ia miliki.

Ia mulai mencari jawaban. Namun, semakin dalam ia menggali, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Mengapa tak ada yang pernah berbicara tentang malam? Mengapa bintang-bintang hanya ada dalam cerita yang samar?

Saat ia bertanya kepada para tetua, mereka hanya tersenyum dan berkata, "Jangan menapaki jalan yang berbahaya, Lunaris. Langit Avelora telah sempurna. Apa lagi yang kau cari?"

Tapi kata-kata itu justru menguatkan tekadnya.

Malam itu, ia kembali ke menara kristal, menanti keajaiban yang mungkin tak akan datang lagi. Namun, ketika ia hampir putus asa, sesuatu terjadi—bayangan muncul di belakangnya.

"Lunaris…"

Ia berbalik. Sosok itu berdiri di bawah cahaya langit yang tak berubah. Namun ada yang aneh—ia memiliki bayangan.

"Kau…" Lunaris mengerjap. "Siapa kau?"

Pemuda itu tersenyum, matanya gelap seperti lautan tanpa ujung. "Namaku Orion," katanya pelan. "Aku datang dari dunia yang telah kau lupakan."

Dunia yang telah dilupakan?

Lunaris menatapnya tak percaya. Namun, sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Orion mengangkat tangannya.

Dan tiba-tiba, cahaya Avelora meredup. Untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri itu, langit yang selalu terang mulai temaram.

Senja kembali.


Bab 2: Kegelapan yang Terlupakan

Orion memberitahu Lunaris sebuah rahasia yang telah lama terkubur: Avelora pernah mengenal malam. Dulu, sebelum aturan ditetapkan, negeri ini memiliki dua wajah—siang dan malam, terang dan gelap, matahari dan bintang.

Tapi kemudian, para tetua takut. Mereka percaya bahwa dalam gelap, tersembunyi sesuatu yang bisa menghancurkan mereka. Maka mereka menghapus malam, mengunci senja dalam penjara waktu, dan menciptakan dunia yang abadi dalam terang.

"Tapi kau berbeda," kata Orion. "Kau adalah satu-satunya yang masih bisa melihat apa yang hilang."

Lunaris menggigit bibirnya. Ia ingin percaya, tapi bagaimana mungkin? Sejak kecil, ia diajarkan bahwa terang adalah satu-satunya kebenaran.

Namun, ketika ia menatap langit yang mulai berubah, hatinya bergetar. Ada sesuatu yang indah dalam kegelapan itu, sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Apa kau ingin melihat bintang?" tanya Orion.

Lunaris terdiam. Namun akhirnya, ia mengangguk.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya dalam ribuan tahun, bintang-bintang kembali bersinar di atas langit Avelora.


Bab 3: Negeri yang Lahir Kembali

Namun, cahaya bintang membawa bahaya. Para tetua menyadari perubahan ini, dan mereka tak akan membiarkannya terjadi.

Lunaris dan Orion harus berlari. Mereka mencari jalan menuju batas negeri, tempat di mana langit masih menyimpan rahasia.

"Kita harus membuka gerbang malam," kata Orion.

"Tapi bagaimana?"

"Ada sesuatu yang mereka sembunyikan darimu, Lunaris." Orion menatapnya dalam-dalam. "Kau bukan seperti mereka. Kau adalah bagian dari malam yang mereka coba hapus."

Dan saat kata-kata itu terucap, sesuatu di dalam diri Lunaris terbangun. Ia merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang selama ini tertidur dalam darahnya.

Ia bukan hanya Elara biasa. Ia adalah anak dari malam dan siang, satu-satunya yang bisa membawa keseimbangan kembali ke dunia.

Namun, pilihan ada di tangannya. Jika ia membuka gerbang malam, ia mungkin akan kehilangan segalanya. Tapi jika ia tidak melakukannya, dunia akan tetap terkunci dalam kebohongan.

Lunaris menutup mata.

Dan dengan satu tarikan napas, ia memanggil malam kembali.


Malam turun ke atas Avelora, perlahan namun pasti. Orang-orang ketakutan, tapi kemudian mereka melihat sesuatu yang telah lama mereka lupakan—cahaya bintang yang menari di atas langit.

Tak ada yang hancur. Tak ada yang berakhir.

Yang ada hanyalah keindahan yang tak pernah mereka kenal sebelumnya.

Dan di bawah sinar bintang pertama, Lunaris tersenyum. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa utuh.

Karena dunia tidak hanya terdiri dari terang. Dunia juga membutuhkan gelap, untuk membuat cahayanya lebih berarti.


Epilog

Orion menghilang setelah malam kembali. Namun, Lunaris tahu bahwa suatu hari nanti, mereka akan bertemu lagi.

Dan ketika itu terjadi, ia akan menceritakan kisah tentang negeri yang pernah melupakan malam, dan tentang gadis yang membawa bintang kembali ke langit.

Karena beberapa cerita tidak ditulis di atas kertas.

Beberapa cerita, dituliskan di langit.

— Tamat —


Bagaimana menurutmu? Semoga cerita ini sesuai dengan harapanmu!

Hutan Tanpa Kembali

 

Sumber : https://pin.it/64pyLY4oW


Bab 1: Hilang dalam Kabut

Malam turun saat mobil yang dikendarai Raka dan Anindya melaju di jalanan berliku. Hanya ada mereka berdua, jauh dari peradaban, mencari jalan pulang setelah perjalanan panjang dari luar kota.

Hingga tiba-tiba—

Brak!

Mobil mereka berhenti mendadak. Asap mengepul dari mesin.

"Kenapa?" tanya Anindya cemas.

Raka mengerutkan kening, melihat jam tangannya. Sudah hampir tengah malam. "Entah… mobilnya mati total."

Mereka turun dan mendapati sesuatu yang aneh. Jalanan yang tadi mereka lalui menghilang.

Di sekeliling mereka, hanya ada hutan lebat, pohon-pohon besar yang berderak pelan seolah berbisik.

"Aku rasa kita tidak di tempat yang sama lagi," bisik Anindya, merasa ada yang mengawasi.

Dan ia benar.

Mereka telah tersesat di Hutan Tanpa Kembali.


Bab 2: Jejak yang Menghilang

Raka mencoba menelepon seseorang—tidak ada sinyal.

Google Maps? Hanya layar kosong.

"Apa mungkin ada rumah penduduk di sekitar sini?" Anindya mencoba tetap rasional, tapi setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka kembali ke tempat yang sama.

Lingkaran tanpa akhir.

"Mungkin kita harus tetap di sini sampai pagi," kata Raka, berusaha tetap tenang.

Tapi Anindya menunjuk sesuatu di antara pepohonan. Jejak kaki.

Bukan milik mereka.

Dan itu artinya mereka tidak sendiri di dalam hutan ini.


Bab 3: Bisikan di Kegelapan

Malam semakin larut. Mereka duduk bersandar di sebuah pohon besar, menunggu pagi datang.

Tapi hutan ini tidak mengenal pagi.

Kabut semakin tebal. Suhu turun drastis. Dan di tengah kesunyian, terdengar bisikan samar.

"Pergilah... sebelum terlambat..."

Anindya membelalakkan mata. "Kau dengar itu?"

Raka mengangguk, menggenggam tangan Anindya lebih erat. "Kita harus keluar dari sini."

Mereka bangkit, berjalan lebih dalam, mengikuti jejak kaki yang tadi mereka lihat.

Hingga mereka tiba di depan sebuah pohon raksasa dengan ukiran aneh di batangnya.

Seolah-olah itu adalah pintu menuju sesuatu.

Atau seseorang.


Bab 4: Penjaga Hutan

Saat Raka menyentuh batang pohon itu, suara berat bergema di udara.

"Kenapa kalian datang ke tempat yang seharusnya tidak pernah dikunjungi manusia?"

Dari balik kabut, sosok tinggi dengan mata bersinar keemasan muncul. Tubuhnya diselimuti bayangan, seperti bagian dari hutan itu sendiri.

"Bukan kami yang datang… hutan ini yang membawa kami ke sini!" balas Raka.

Sosok itu menatap mereka lama. Kemudian, ia mengangkat tangannya, dan kabut mulai bergerak—memperlihatkan sesuatu di belakang mereka.

Sebuah jalan.

"Tidak ada yang boleh tinggal di hutan ini lebih dari satu malam," kata sosok itu. "Pergilah, sebelum kalian menjadi bagian dari hutan ini selamanya."

Tanpa menunggu lama, Raka dan Anindya berlari.

Mereka tidak menoleh ke belakang, tidak peduli pada suara-suara yang memanggil nama mereka dari dalam hutan.

Dan begitu mereka keluar…

Hutan di belakang mereka menghilang, seolah tidak pernah ada.


Bab 5: Kembali, Tapi Tidak Sama

Mobil mereka kembali seperti semula. Jalanan yang tadi lenyap kini muncul kembali.

Anindya melirik jam tangannya—hanya selisih beberapa menit sejak mereka pertama kali tersesat.

Tapi mereka tahu mereka telah berada di sana lebih lama dari itu.

Raka menyalakan mesin. Mobil menyala dengan mudah, seolah tidak pernah rusak.

Namun sebelum mereka pergi, Anindya menoleh sekali lagi ke tempat hutan tadi berdiri.

Di sana, di tepi jalan, sosok bermata emas itu masih berdiri.

Ia tersenyum.

Dan kemudian… lenyap dalam kabut.

TAMAT.

Takdir di Bawah Langit Legendra


Sumber : https://pin.it/1vyQ8ymtW


Bab 1: Bayangan di Hutan Abadi

Di ujung dunia, tersembunyi di balik kabut yang tak bisa ditembus manusia, terdapat Legendra, negeri para Elf.

Hutan-hutan raksasa menjulang, pohon-pohon bercahaya menyelimuti langit, dan sungai berkilauan mengalir dengan kekuatan sihir kuno. Para Elf, makhluk abadi dengan telinga runcing dan mata bersinar, hidup dalam harmoni dengan alam.

Namun, kedamaian itu tidak akan bertahan lama.

Di tengah malam yang dingin, sesosok makhluk gelap muncul dari bayangan. Ia bukan manusia, bukan pula Elf. Ia adalah sesuatu yang seharusnya tidak ada.

Dan malam itu, batas antara dunia Elf dan dunia luar mulai runtuh.


Bab 2: Pangeran yang Terasing

Di dalam menara kristal, seorang pemuda berdiri menatap bulan purnama.

Namanya Kaelion, pangeran Elf yang diasingkan.

Ia adalah pewaris takhta Legendra, namun darahnya ternoda—karena di dalam dirinya mengalir darah manusia.

Kaelion tidak pernah diterima di istana. Ia dianggap kutukan, simbol dari kelemahan yang harus dihapus.

Namun ketika bayangan gelap mulai mengancam Legendra, sang Ratu memanggilnya kembali.

“Kaelion,” suara ibunya dingin seperti es. “Hanya kau yang bisa menghentikan ini.”

Sebuah pedang bersinar di tangannya—Pedang Elarion, senjata suci para Elf.

Dan di saat itulah, Kaelion menyadari bahwa takdirnya bukan untuk bersembunyi, tetapi untuk bertarung.


Bab 3: Kutukan dari Zaman Lama

Kaelion berangkat dengan ditemani Elara, seorang pemanah Elf yang tak pernah mempercayainya.

“Aku tidak mengerti kenapa kita harus mengandalkan dirimu,” katanya sambil menatap tajam.

Kaelion hanya tersenyum tipis. “Karena tidak ada yang lain.”

Mereka menempuh perjalanan melintasi Hutan Bayangan, tempat di mana waktu berhenti dan makhluk-makhluk kuno bersembunyi.

Di sana, mereka menemukan kebenaran tentang musuh mereka.

Makhluk gelap yang menyerang Legendra adalah Shalvaris, seorang Elf yang telah jatuh dalam kegelapan ribuan tahun lalu.

Ia adalah mantan raja, yang dikhianati, dihukum, dan kini kembali untuk menuntut balas.

Dan satu-satunya yang bisa menghentikannya adalah darah manusia dalam tubuh Kaelion.


Bab 4: Pertarungan di Gerbang Cahaya

Di bawah langit merah, pasukan Shalvaris datang—raksasa kegelapan, naga beracun, dan makhluk-makhluk yang tak lagi memiliki jiwa.

Di sisi lain, Legendra berdiri.

Para Elf, dengan panah peraknya, pedang yang berkilauan, dan sihir yang memenuhi udara.

Dan di antara mereka, Kaelion.

Ia tidak lagi hanya seorang pangeran yang terbuang.

Ia adalah sang penjaga terakhir.

Dengan Pedang Elarion di tangannya, ia maju ke medan perang, menghadapi Shalvaris di Gerbang Cahaya, tempat di mana segala sihir Elf berasal.

Pedang mereka bertemu, dan pertempuran pun dimulai.

Kaelion bukan yang terkuat.

Tapi ia adalah yang paling berani.

Dan dengan satu tebasan terakhir, ia mengakhiri kutukan yang telah menghantui Legendra selama ribuan tahun.


Bab 5: Legenda yang Tak Pernah Lenyap

Shalvaris kalah.

Namun, harga yang harus dibayar mahal.

Kaelion, sang pangeran yang tak diakui, kini menjadi pahlawan terbesar Legendra.

Ia memilih untuk tidak mengambil takhta.

Sebagai gantinya, ia berjalan pergi, meninggalkan Legendra untuk menemukan dunianya sendiri—dunia di mana ia tidak hanya dilihat sebagai Elf atau manusia, tetapi sebagai dirinya sendiri.

Namun, di setiap sudut negeri, kisahnya tetap hidup.

Karena legenda tidak pernah mati.

Dan di dunia Elf, nama Kaelion akan selalu diingat.

TAMAT... ataukah hanya awal dari cerita baru?

ENNO: TUJUH ELEMEN KEADILAN

 

Sumber : Gambar dihasilkan oleh AI

Bab 1: Kelahiran Sang Legenda


Di dunia yang terbagi dalam tujuh kerajaan elemen—Api, Air, Angin, Tanah, Petir, Es, dan Cahaya—lahirlah seorang anak yang tidak seharusnya ada.


Namanya Enno.


Ia bukan keturunan bangsawan, bukan juga seorang pejuang terpilih. Namun, di dalam darahnya mengalir kekuatan dari ketujuh elemen, sesuatu yang tidak pernah terjadi dalam sejarah dunia.


Sebagian orang menyebutnya berkah, sebagian lagi menyebutnya kutukan.


Namun bagi Enno sendiri, itu hanyalah takdir yang harus ia jalani.



---


Bab 2: Kebangkitan Sang Pahlawan


Sejak kecil, Enno sudah menunjukkan keanehan. Ia bisa menyalakan api di telapak tangannya saat sedang marah, bisa menyejukkan udara dengan napasnya, bisa merasakan tanah bergetar di bawah kakinya.


Saat usianya menginjak 18 tahun, ia menemukan kebenaran tentang dirinya.


Tujuh kerajaan elemen sebenarnya dulu adalah satu. Namun, akibat perang besar yang dipicu oleh keserakahan manusia, kekuatan mereka terpecah.


Dan sekarang, seorang tiran bernama Raja Zareth dari Kerajaan Petir ingin menguasai semua elemen untuk dirinya sendiri.


Ia membunuh siapa pun yang mencoba menghentikannya.


Dan kini, Enno adalah satu-satunya harapan dunia.



---


Bab 3: Perjalanan Menuju Takdir


Untuk menghentikan Raja Zareth, Enno harus menguasai ketujuh elemennya sepenuhnya.


Ia melakukan perjalanan ke setiap kerajaan, belajar dari para Master Elemen yang tersisa:


Master Aghon dari Kerajaan Api, yang mengajarinya bahwa api bukan hanya untuk menghancurkan, tetapi juga untuk melindungi.


Lady Syren dari Kerajaan Air, yang menunjukkan bahwa kekuatan sejati ada dalam ketenangan dan adaptasi.


Jendral Zephyr dari Kerajaan Angin, yang mengajarinya cara bergerak lebih cepat dari cahaya.


Elder Terra dari Kerajaan Tanah, yang memberinya daya tahan tubuh yang tak tergoyahkan.


Guru Raijin dari Kerajaan Petir, yang memperkenalkannya pada kecepatan dan kehancuran yang tak terhentikan.


Putri Freya dari Kerajaan Es, yang mengajarkannya bahwa dingin bisa lebih tajam dari pedang mana pun.


Dan akhirnya, Pendeta Lux dari Kerajaan Cahaya, yang membantunya memahami bahwa kekuatan terbesarnya bukanlah elemen, tetapi hatinya sendiri.




---


Bab 4: Pertempuran Terakhir


Saat Enno kembali, Raja Zareth sudah menguasai lima dari tujuh kerajaan.


Langit gelap, petir menggelegar. Dunia berada di ambang kehancuran.


Enno berdiri di hadapan istana Raja Zareth, siap menghadapi pertarungan terbesar dalam hidupnya.


Keduanya bertarung—petir melawan api, angin melawan tanah, es melawan cahaya.


Namun, meskipun Enno memiliki semua elemen, ia tetap kalah.


Karena ada satu hal yang ia lupakan: elemen kedelapan.


Sesuatu yang lebih kuat dari api, air, atau cahaya.


Harapan.


Ketika semua tampak sia-sia, rakyat dari tujuh kerajaan bersatu. Mereka memberikan energi dan kekuatan mereka kepada Enno.


Dan dalam satu serangan terakhir, ia menggabungkan semua elemennya menjadi satu ledakan dahsyat—menghancurkan Raja Zareth selamanya.



---


Bab 5: Pahlawan yang Abadi


Setelah kemenangan itu, dunia berubah.


Kerajaan-kerajaan tidak lagi terpecah belah.


Elemen-elemen tidak lagi saling berperang.


Dan nama Enno dikenang sebagai pahlawan yang membawa keseimbangan ke dunia.


Tapi bagi Enno, perjalanannya belum selesai.


Karena dunia selalu membutuhkan seorang pelindung.


Dan ia akan selalu ada, saat dunia membutuhkannya.


TAMAT… atau mungkin baru permulaan?


RATU AJENG: BAYANGAN DI BALIK KEADILAN

 

Sumber : https://pin.it/6p5FGpSix

Bab 1: Kejatuhan Seorang Jenius


Kota Serayacorp berdiri megah dengan gedung-gedung pencakar langitnya yang berkilauan. Sebuah pusat teknologi yang dikendalikan oleh para superhero dan pemerintah korporat.


Tapi di balik kemewahan itu, tersembunyi sesuatu yang busuk—sebuah sistem yang hanya berpihak pada mereka yang berkuasa.


Di sinilah kisah Ratu Ajeng dimulai.


Sebelum dunia mengenalnya sebagai musuh nomor satu, ia adalah Dr. Ajeng Putri Wijaya, seorang ilmuwan jenius yang menciptakan NeuroCore, sebuah sistem kecerdasan buatan yang dirancang untuk membantu para pahlawan menjaga ketertiban.


Ia percaya bahwa ilmu pengetahuan bisa menyelamatkan dunia.


Tapi dunia tidak percaya padanya.


Ketika sebuah eksperimen rahasia meledak, menewaskan ratusan orang, Ajeng dijebak. Teknologinya disalahgunakan, perusahaannya mengkhianatinya, dan para superhero yang ia bantu membiarkannya jatuh.


Dianggap sebagai ancaman, ia dipecat, dikejar, dan hampir dibunuh.


Tapi ia tidak mati.


Ia bangkit kembali—bukan sebagai Ajeng, melainkan sebagai Ratu Ajeng, pemimpin revolusi yang akan menghancurkan dunia yang telah menghancurkannya.



---


Bab 2: Kelahiran Sang Ratu Kegelapan


Selama tiga tahun, Ajeng menghilang dari radar. Semua orang mengira ia telah mati.


Namun, pada suatu malam, menara pusat data kota hancur dalam ledakan besar.


Dari reruntuhan, seorang wanita muncul, mengenakan setelan tempur hitam pekat yang dirancang dengan teknologi canggih. Helmnya tanpa ekspresi, hanya dua mata merah yang menyala seperti iblis.


Ia bukan lagi ilmuwan.


Ia adalah dewa penghancur.


Dan kota ini akan belajar untuk takut padanya.



---


Bab 3: Perang Melawan Para Pahlawan


Pemerintah mengirimkan tim superhero terbaik untuk menangkapnya.


Pertarungan pertama terjadi di jembatan utama Serayacorp.


Di hadapannya berdiri lima pahlawan terkuat di kota, siap menghentikannya.


Tapi mereka tidak tahu bahwa Ratu Ajeng sudah mempelajari setiap kelemahan mereka.


Dengan satu perintah, armor Silverhawk dinonaktifkan, membuatnya jatuh dari langit.


Miracle, si telepatis, dihancurkan dengan gelombang NeuroCore yang membuatnya melihat mimpi buruknya sendiri.


Titanium, sang ikon keadilan, mencoba menyerang—tapi Ajeng sudah tahu cara mengalahkan teknologi yang pernah ia ciptakan sendiri.


Dalam hitungan menit, para pahlawan tumbang.


Malam itu, dunia menyadari bahwa tidak ada yang bisa menghentikan Ratu Ajeng.



---


Bab 4: Musuh atau Pahlawan?


Di mata pemerintah, ia adalah teroris.


Tapi di mata rakyat yang tertindas, ia adalah pahlawan yang sesungguhnya.


Ia membongkar korupsi para penguasa, membocorkan rahasia gelap para superhero, dan mengungkap bahwa kota ini dikendalikan oleh segelintir orang yang haus kekuasaan.


Orang-orang mulai bangkit.


Mereka mulai bertanya: Siapa sebenarnya penjahat dalam cerita ini?



---


Bab 5: Kebenaran yang Pahit


Namun, ada satu orang yang masih percaya bahwa Ajeng bisa diselamatkan.


Raka, mantan rekannya di Serayacorp.


Ia mencari Ajeng, menemukannya di sebuah laboratorium bawah tanah.


“Apa kau benar-benar ingin menghancurkan semuanya?” tanya Raka.


Ajeng tersenyum kecil. “Bukan menghancurkan. Hanya menyeimbangkan.”


“Tapi ini bukan keadilan, Ajeng. Ini pembalasan dendam.”


Ajeng menatapnya lama. “Lalu apa yang kau sebut keadilan? Membiarkan orang-orang ini terus berkuasa?”


Raka terdiam.


Karena jauh di dalam hatinya, ia tahu Ajeng tidak sepenuhnya salah.



---


Bab 6: Akhir atau Awal?


Pemerintah tidak bisa lagi menunggu.


Mereka melancarkan serangan besar-besaran untuk menghancurkan Ajeng.


Rudal dijatuhkan. Robot-robot perang dikerahkan.


Tapi sebelum ledakan menelannya, Ajeng mengirimkan satu pesan terakhir ke seluruh sistem kota:


“Aku bukan monster. Aku hanyalah refleksi dari dunia yang kalian ciptakan.”


Dan dalam ledakan besar, ia menghilang.


Tak ada yang tahu apakah Ratu Ajeng benar-benar telah mati.


Tapi satu hal pasti—namanya tidak akan pernah dilupakan.


Karena di dunia yang penuh dengan kepals

uan, kadang keadilan hanya bisa diperjuangkan oleh seseorang yang dianggap sebagai musuh.


TAMAT… ATAU AWAL DARI ERA BARU?


Rabu, 29 Januari 2025

Mesin Dunia yang Hilang

 

Sumber : https://pin.it/1LnEJ3prU

Di sebuah kota yang dipenuhi menara baja dan teknologi canggih, Fida dan Rangga bukanlah insinyur biasa. Mereka adalah perancang mesin paling jenius di Aethera, sebuah negeri yang menggabungkan teknologi dan sihir.

Fida, dengan kepintarannya dalam mekanika presisi, bisa membangun mesin sekecil jam tangan hingga sebesar kapal udara. Rangga, di sisi lain, adalah ahli energi dan bahan bakar, menemukan cara mengubah angin, listrik, bahkan cahaya bulan menjadi sumber tenaga.

Namun, semua berubah ketika mereka menemukan cetak biru mesin kuno—sebuah desain yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.


Bab 1: Cetak Biru yang Tak Terbaca

Suatu malam, Fida dan Rangga menerima sebuah paket tanpa pengirim. Di dalamnya ada gulungan kertas tua yang penuh dengan sketsa mekanik dan simbol aneh yang tidak dikenali.

“Ini… bukan desain biasa,” gumam Rangga, mengerutkan dahi.

Fida mengamati pola-pola di kertas itu. “Ada sesuatu di sini… seperti kombinasi antara teknologi dan alkimia.”

Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menyadari satu hal: ini adalah cetak biru dari sebuah mesin yang tak pernah selesai dibuat.

Dan lebih mengejutkan lagi, ada tulisan samar di pojok bawahnya:

“Ditemukan di reruntuhan Kota Hilang, Zephyria.”

Zephyria? Kota yang disebut hanya dalam legenda?

Mereka tidak bisa mengabaikan ini.

Keingintahuan lebih kuat dari akal sehat.

Maka, perjalanan mereka pun dimulai.


Bab 2: Kota di Balik Kabut

Zephyria bukan sekadar mitos. Kota itu benar-benar ada—tersembunyi di balik lapisan kabut tebal di ujung dunia, tempat di mana waktu seolah berhenti.

Setelah berhari-hari melakukan perjalanan dengan kapal udara, mereka akhirnya melihatnya: reruntuhan Zephyria, kota yang konon menghilang dari peta ratusan tahun lalu.

Saat mereka memasuki kota itu, mesin-mesin kuno berkarat tersebar di mana-mana, tetapi beberapa masih berdetak pelan—seperti sedang menunggu seseorang untuk membangunkannya kembali.

Dan di pusat kota, mereka menemukan sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan.

Sebuah mesin raksasa, setinggi menara, berbentuk seperti jam besar dengan roda gigi rumit yang membeku dalam waktu.

Di atasnya, ada tulisan dalam bahasa yang mereka akhirnya pahami:

“Mesin ini adalah jantung Zephyria. Tanpanya, kota ini akan tertidur selamanya.”

Dan di sanalah jawaban dari cetak biru yang mereka temukan.

Mereka tidak hanya menemukan kota yang hilang—mereka menemukan jantungnya.


Bab 3: Rahasia Mesin Waktu

Saat Fida dan Rangga mulai mempelajari mesin itu, mereka menyadari sesuatu yang mengejutkan:

Mesin ini bukan hanya mesin biasa.

Itu adalah mesin pengendali waktu.

“Ini bukan sekadar teknologi… ini adalah gabungan antara mekanik dan sihir,” ujar Fida kagum.

Rangga menyentuh salah satu roda giginya yang berkarat. “Jika kita bisa memperbaikinya… kita mungkin bisa melihat masa lalu. Bahkan… mengubahnya.”

Namun, sebelum mereka bisa mengambil keputusan, tanah di bawah mereka mulai bergetar.

Dan tiba-tiba, mereka tidak lagi sendirian.


Bab 4: Penjaga Kota yang Terlupakan

Dari balik bayangan, sosok tinggi berjubah besi muncul. Mata mereka bersinar biru, suara mereka dalam dan bergema.

“Siapa yang berani membangunkan Zephyria?”

Fida dan Rangga mundur, tapi tidak bisa pergi. Pintu masuk telah tertutup di belakang mereka.

“Nama kami Fida dan Rangga. Kami hanya ingin memahami mesin ini,” ujar Rangga dengan hati-hati.

Salah satu penjaga mendekat, menatap mereka lama sebelum akhirnya berbicara.

“Mesin ini bukan untuk dimainkan. Ini adalah penyeimbang dunia. Apakah kalian siap menanggung akibatnya jika mengubah masa lalu?”

Fida dan Rangga saling bertukar pandang.

Mereka bisa melihat masa lalu? Mengubahnya?

Pikiran tentang kesempatan untuk memperbaiki kesalahan manusia terdengar menggoda… tetapi juga berbahaya.

Mereka harus membuat keputusan.


Bab 5: Keputusan Terakhir

Setelah berpikir panjang, Fida dan Rangga akhirnya sepakat:

Mereka tidak akan mengubah masa lalu.

Namun, mereka bisa melakukan sesuatu yang lebih baik: menghidupkan kembali Zephyria, tanpa mengacaukan keseimbangan dunia.

Dengan bantuan penjaga, mereka mulai bekerja.

Roda gigi yang telah berkarat diperbaiki, jalur energi diperbarui, dan perlahan, mesin mulai berdetak kembali.

Saat mesin itu aktif, sesuatu yang luar biasa terjadi—kota yang selama ini terbungkus kabut mulai muncul kembali ke dunia.

Gedung-gedung yang runtuh perlahan kembali berdiri. Cahaya kembali menyala di dalam jendela-jendela tua. Dan suara kehidupan kembali terdengar.

Zephyria… tidak lagi menjadi kota yang hilang.

Ia kembali.

Dan semua karena dua insinyur yang tidak takut menghadapi ketidakmungkinan.


Epilog: Dunia yang Baru

Fida dan Rangga tidak hanya menemukan sebuah kota, tapi juga sebuah pengetahuan yang seharusnya sudah hilang dalam sejarah.

Namun, mereka tahu—beberapa penemuan tidak untuk dimiliki, tapi untuk dijaga.

Maka, mereka tidak membawa pulang teknologi Zephyria.

Mereka meninggalkannya untuk dunia, untuk siapapun yang bisa menemukannya di masa depan.

Sebelum mereka pergi, salah satu penjaga berbisik,

“Kalian tidak mengubah masa lalu, tapi kalian mengubah masa depan.”

Dan dengan itu, mereka terbang kembali ke dunia mereka—dengan cerita yang tidak akan pernah mereka ceritakan pada siapa pun.

Karena beberapa rahasia… lebih baik tetap menjadi legenda.

TAMAT.

Permainan Terakhir

 


Kak Gem dan Joana bukan sekadar kakak beradik—mereka adalah satu-satunya keluarga yang tersisa bagi satu sama lain. Sejak orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan tragis, mereka hidup dengan saling mengandalkan.


Namun, hidup keras dan utang yang menumpuk membuat mereka berada di titik terendah. Hingga suatu hari, mereka mendapat undangan misterius.


Sebuah pesan muncul di ponsel Kak Gem:


“Bergabunglah dalam permainan ini. Menangkan hadiah besar, atau kehilangan segalanya. Tidak ada jalan keluar.”


Joana yang penasaran langsung ingin tahu lebih banyak. Tapi Kak Gem merasakan ada sesuatu yang janggal.


Terlambat.


Mereka sudah terjebak dalam permainan yang tak mereka pahami.



---


Bab 1: Arena Permainan


Ketika mereka membuka mata, mereka sudah berada di sebuah ruangan luas berwarna putih dengan ratusan orang lain berpakaian seragam hitam. Langit-langit ruangan terlalu tinggi, membuat mereka merasa kecil.


Suara mekanis menggema di udara.


“Selamat datang di Permainan Terakhir. Hanya ada satu aturan: bertahan hidup.”


Seketika, tembok di sekitar mereka berubah menjadi layar raksasa yang menampilkan peta dunia permainan. Sebuah dunia digital yang menyerupai kota masa depan, tapi dengan jebakan dan tantangan mematikan di setiap sudutnya.


Mereka baru menyadari ini bukan dunia nyata.


Mereka telah menjadi bagian dari sebuah game kematian.



---


Bab 2: Permainan Pertama - Labirin Tanpa Akhir


Layar di tengah ruangan menampilkan tantangan pertama: “Labirin Tanpa Akhir”.


Tiba-tiba, lantai di bawah mereka bergeser, membentuk jalur-jalur berliku yang bergerak seperti mesin raksasa. Semua orang terpencar dalam hitungan detik.


“Kak Gem!!” Joana berteriak, panik saat kakaknya menghilang di balik dinding bergerak.


Kak Gem, yang selalu tenang, menenangkan dirinya sendiri. Ia harus menemukan Joana sebelum waktu habis.


Di layar di atas mereka, waktu terus berkurang: 30 menit… 29 menit…


Salah langkah sedikit saja, tembok bisa menutup dan menghancurkan mereka hidup-hidup.


Joana berlari melewati lorong sempit, nafasnya memburu. Tiba-tiba, suara dari belakangnya terdengar—langkah kaki cepat dan kasar.


Seseorang mengejarnya.


Bukan hanya permainan ini berbahaya, tapi ada pemain lain yang akan melakukan apa saja untuk bertahan.



---


Bab 3: Pengkhianatan di Tengah Permainan


Setelah hampir kehabisan waktu, Kak Gem akhirnya menemukan Joana. Mereka berhasil keluar dari labirin tepat sebelum dinding menutup rapat.


Namun, mereka baru sadar bahwa hanya setengah dari peserta yang berhasil bertahan.


Permainan ini bukan hanya tentang bertahan hidup, tapi juga tentang mengorbankan orang lain.


Di permainan berikutnya, mereka harus bekerja sama dengan pemain lain. Tapi siapa yang bisa dipercaya?


Seorang pria bernama Raka mendekati mereka. “Aku tahu cara keluar dari sini,” bisiknya.


Joana, yang masih berharap ada jalan keluar tanpa kekerasan, ingin percaya. Tapi Kak Gem tak yakin.


Ia tahu—di permainan ini, kepercayaan adalah senjata yang bisa membunuhmu.



---


Bab 4: Pertarungan Terakhir


Setelah melewati berbagai tantangan—balapan di atas jembatan kaca rapuh, teka-teki berbahaya yang bisa menghabisi mereka dalam sekejap—hanya tersisa tiga pemain:


Kak Gem, Joana, dan Raka.


Permainan terakhir diumumkan: hanya satu orang yang bisa keluar hidup-hidup.


Joana menatap Kakaknya. “Kita tidak harus mengikuti aturan mereka.”


Raka, di sisi lain, sudah bersiap bertarung. “Jangan bodoh. Jika kalian tidak bertarung, kalian akan mati.”


Kak Gem menatap Joana, lalu menatap arena di sekeliling mereka. Ia menarik napas dalam.


Dan tersenyum.


“Kita buat aturan sendiri.”


Saat wasit permainan menghitung mundur, Kak Gem menyerang langsung ke arah Raka—bukan untuk membunuhnya, tapi untuk membuatnya kehilangan keseimbangan.


Lalu ia berbisik pada Joana, “Lari.”


Tapi sebelum Joana bisa melakukan apa pun, sesuatu yang tak terduga terjadi—dunia permainan mulai runtuh.


Suara sistem menggelegar di udara:


“Kesalahan sistem. Pemrograman terganggu. Permainan dihentikan.”


Joana dan Kak Gem terjatuh ke dalam kehampaan, sementara cahaya terang mengelilingi mereka.


Dan ketika mereka membuka mata—


Mereka kembali ke dunia nyata.



---


Bab 5: Kemenangan Tanpa Darah


Joana terbangun di kamar mereka. Udara dingin menyentuh kulitnya.


Semuanya terasa nyata.


Terlalu nyata.


Ia melihat Kak Gem duduk di tepi tempat tidur, menatap ke luar jendela.


“…Kita berhasil?” Joana bertanya dengan suara pelan.


Kak Gem mengangguk. “Ya.”


Tapi ada satu hal yang masih menghantuinya.


Siapa yang menciptakan permainan itu? Kenapa mereka dipilih?


Ponsel Kak Gem tiba-tiba berbunyi.


Sebuah pesan masuk:


“Selamat. Kalian adalah pemenang pertama yang menyelesaikan permainan tanpa membunuh siapa pun. Tapi ini belum berakhir. Kami akan bertemu lagi.”


Kak Gem 

menatap Joana dengan ekspresi serius.


Mereka mungkin sudah keluar dari permainan.


Tapi permainan ini… belum benar-benar selesai.


TAMAT.


Sayap di Antara Dua Dunia


Di jantung Hutan Lumora, di antara pepohonan raksasa yang berkilauan dan sungai yang mengalir dengan cahaya perak, terdapat Kerajaan Peri Aveloria, dunia tersembunyi yang tak bisa dilihat manusia.


Bunga adalah salah satu peri penjaga di sana—anggun, lincah, dan memiliki sayap ungu lembut seperti kelopak mawar yang baru mekar. Tugasnya menjaga keseimbangan alam, memastikan bunga bermekaran dan hujan turun pada waktunya.


Namun, segalanya berubah ketika ia bertemu Fattah—seorang manusia yang seharusnya tidak bisa melihatnya.



---


Bab 1: Pertemuan di Tengah Hujan


Hari itu hujan turun lebih lama dari biasanya. Bunga seharusnya kembali ke istana, tapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya—seorang manusia duduk di bawah pohon ek tua, membiarkan dirinya basah tanpa berusaha mencari perlindungan.


Matanya terlihat dalam, penuh pikiran, namun tak kosong. Ada luka, ada kesedihan.


Peri tidak seharusnya terlalu dekat dengan manusia, tetapi ada sesuatu tentang pria ini yang membuat Bunga melayang turun.


“Kamu kenapa duduk di sini?” tanyanya tanpa sadar.


Yang mengejutkan, pria itu menoleh dan langsung menatap matanya.


“Kamu bisa bicara?”


Bunga membeku. Tidak ada manusia yang bisa melihatnya—tapi Fattah bisa.



---


Bab 2: Rahasia yang Terungkap


Sejak hari itu, Bunga mulai sering mengunjungi Fattah. Awalnya, ia ingin tahu bagaimana pria itu bisa melihatnya. Namun, semakin sering mereka berbincang, semakin ia menyadari bahwa bukan hanya jawabannya yang menariknya kembali—tapi juga kehadiran Fattah sendiri.


Fattah adalah seorang pelukis yang mencari inspirasi di hutan ini. Ia memiliki “mata jiwa”, bakat langka yang hanya dimiliki oleh manusia dengan hati terbuka terhadap dunia sihir.


“Jadi, aku ini spesial?” tanya Fattah dengan senyum kecil saat mereka duduk di tepi sungai yang berkilauan.


Bunga menggeleng sambil tersenyum. “Mungkin. Atau mungkin aku yang bodoh karena berbicara dengan manusia.”


Namun, hari demi hari, ia selalu kembali.


Dan setiap kali mereka berbicara, sesuatu di hatinya mulai berubah.



---


Bab 3: Cinta yang Terlarang


Di Aveloria, mencintai manusia adalah larangan besar.


Ketika Ratu Peri mengetahui hubungan mereka, ia memanggil Bunga ke istana.


“Kamu tahu hukumnya,” suara sang ratu dingin. “Jika kamu terus berhubungan dengan manusia itu, sayapmu akan dicabut, dan kamu akan diasingkan.”


Bunga menunduk. Ia tahu risikonya, tapi bagaimana bisa ia berpura-pura tidak mengenal Fattah?


“Apa tidak ada cara lain?” tanyanya pelan.


Ratu menatapnya lama, lalu akhirnya menghela napas. “Ada satu cara. Tapi tidak mudah.”


Ada ritual kuno, keajaiban yang bisa mengubah manusia menjadi peri. Namun, ritual ini sangat sulit. Jika gagal, Fattah akan kehilangan ingatannya tentang Bunga selamanya.



---


Bab 4: Ujian Cinta


Di bawah Pohon Elaris, tempat di mana sihir kehidupan paling kuat, Fattah dan Bunga berdiri dalam lingkaran cahaya bulan.


“Kamu yakin ingin melakukan ini?” tanya Fattah.


Bunga menatapnya. “Aku lebih takut kehilanganmu daripada gagal.”


Ritual dimulai. Cahaya biru keemasan mengelilingi mereka, mengikat hati dan jiwa mereka dalam satu getaran magis. Jika cinta mereka tidak cukup kuat, ini akan menjadi perpisahan selamanya.


Fattah merasakan tubuhnya menjadi ringan. Sayap-sayap halus mulai muncul di punggungnya, matanya berkilauan seperti bintang di langit Aveloria.


Mereka berhasil.


Bunga tersenyum, air matanya jatuh bukan karena kesedihan, tetapi kebahagiaan.


Fattah bukan lagi manusia biasa. Ia kini bagian dari dunianya.



---


Bab 5: Hidup Selamanya di Aveloria


Ketika mereka kembali ke kerajaan, sang Ratu yang awalnya ragu akhirnya mengakui cinta mereka memang murni—cukup kuat untuk melampaui batasan dunia.


Fattah kini menjadi bagian dari Aveloria, belajar memahami dunianya yang baru. Ia dan Bunga tidak lagi harus bersembunyi atau memilih antara dua dunia.


Mereka memilih satu dunia—dunia yang mereka ciptakan bersama.


Di tengah hutan bercahaya, di bawah langit penuh bintang, mereka terbang berdampingan, merasakan angin lembut membawa mereka ke tempat yang belum pernah mereka jelajahi sebelum

nya.


Untuk pertama kalinya, Bunga tahu bahwa cinta sejati bukan hanya ada di dongeng.


TAMAT.


Di Balik Gerbang Aetheria


Gambar dibuat oleh AI


Intan tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Ia hanyalah mahasiswi biasa, tenggelam dalam rutinitas kuliah dan tugas yang tiada habisnya. Dunia baginya adalah sekadar buku teks, kopi pahit, dan mimpi-mimpi yang terlalu jauh untuk digapai.


Namun, semua berubah ketika ia dan teman sekelasnya, Aldrian—lelaki tampan dengan sorot mata tajam dan kecerdasan yang sulit ditandingi—menemukan sesuatu yang seharusnya tidak ada: sebuah gerbang bercahaya di ruang arsip universitas.



---


Bab 1: Pintu ke Dunia Lain


Malam itu, Intan dan Aldrian terjebak di perpustakaan kampus karena tugas kelompok yang tak kunjung selesai. Ruangan sunyi, hanya diisi suara kertas yang berdesir dan detak jam dinding.


“Seharusnya kita bisa menyelesaikan ini lebih cepat kalau kamu nggak terlalu perfeksionis,” keluh Intan, meregangkan punggungnya.


Aldrian menatap layar laptopnya tanpa ekspresi. “Dan kalau kamu nggak terlalu suka menunda, kita nggak akan begadang di sini.”


Intan mendengus kesal. Sebelum ia bisa membalas, terdengar bunyi gemuruh dari balik rak buku di sudut ruangan.


“Apa itu?” Aldrian langsung berdiri.


Mereka saling berpandangan sebelum berjalan ke sumber suara. Rak buku yang seharusnya menempel ke dinding kini sedikit bergeser, menampakkan celah yang cukup besar untuk dilewati.


“Sejak kapan ada ruangan di sini?” gumam Intan.


Aldrian, yang selalu lebih penasaran dari yang seharusnya, melangkah masuk tanpa berpikir dua kali. Intan, meski ragu, mengikuti di belakangnya.


Di balik rak itu, ada sesuatu yang tidak masuk akal: sebuah gerbang berbentuk lingkaran, berpendar dengan cahaya biru keemasan, mengambang tanpa penyangga di tengah ruangan. Udara di sekitarnya bergetar, seolah menyimpan energi yang tidak berasal dari dunia ini.


“Ini... mustahil,” bisik Aldrian.


Namun sebelum mereka bisa memproses apa yang terjadi, cahaya dari gerbang itu semakin terang—dan dalam sekejap, mereka tersedot masuk.



---


Bab 2: Aetheria, Dunia yang Terlupakan


Mereka jatuh, bukan ke tanah, melainkan ke lautan cahaya. Dunia di sekitar mereka perlahan terbentuk—langit ungu dengan dua bulan menggantung di atasnya, pepohonan raksasa dengan daun berkilauan seperti kristal, dan udara yang terasa lebih ringan, lebih bersih.


“Aldrian... kita ada di mana?” suara Intan bergetar.


Aldrian tidak menjawab. Matanya terpaku pada sesuatu di kejauhan—sebuah kota dengan menara-menara menjulang, jalan-jalan yang berpendar, dan makhluk-makhluk asing yang berjalan di antara manusia.


Kemudian, suara nyaring terdengar.


“Kalian bukan berasal dari sini.”


Mereka menoleh. Seorang pria berambut putih panjang berdiri di depan mereka, mengenakan jubah hitam dengan simbol aneh di dadanya. Mata emasnya menatap mereka tajam.


“Aku Lysander, penjaga Aetheria,” katanya. “Dan kalian telah melanggar batas antara dunia.”



---


Bab 3: Ramalan yang Hilang


Aetheria adalah dunia yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang terpilih. Keberadaan Intan dan Aldrian di sini bukan kebetulan—mereka adalah bagian dari sebuah ramalan kuno, tentang dua manusia yang akan datang untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran.


“Ramalan itu mengatakan bahwa dua jiwa dari dunia lain akan datang melalui Gerbang Cahaya, membawa keseimbangan bagi Aetheria,” kata Lysander.


Intan tertawa kecil, mencoba menyangkal. “Kami cuma mahasiswa biasa. Kami bahkan nggak tahu bagaimana kami bisa sampai ke sini.”


Namun Aldrian tampak berpikir keras. “Kalau ada gerbang yang membawa kami ke sini, berarti pasti ada cara untuk kembali, kan?”


Lysander menghela napas. “Kalian bisa kembali, tapi tidak sebelum takdir kalian terpenuhi. Aetheria sedang dalam bahaya, dan hanya kalian yang bisa menghentikan kehancurannya.”


Dunia ini sedang dilanda perang antara dua faksi besar: Ordo Lumina, yang menjaga keseimbangan sihir, dan Klan Umbra, yang menginginkan kekuatan absolut. Jika perang terus berlanjut, Aetheria akan hancur—dan gerbang antara dunia mereka juga akan menghilang selamanya.


Mau tidak mau, Intan dan Aldrian harus berjuang.



---


Bab 4: Perjalanan Melawan Waktu


Mereka memulai perjalanan mereka, dari istana terapung di langit hingga ke lembah-lembah tersembunyi yang dihuni makhluk-makhluk legenda. Bersama Lysander dan pasukan Ordo Lumina, mereka mempelajari sihir dan strategi, berlatih bertarung, serta memahami dunia yang kini bergantung pada mereka.


Di antara pertempuran dan perjalanan panjang, Intan dan Aldrian mulai menyadari sesuatu: mereka tidak hanya saling melengkapi dalam misi ini, tetapi juga dalam cara yang lebih dalam.


Mereka bertengkar, berdebat, tapi juga saling melindungi dan menguatkan.


Hingga akhirnya, dalam pertarungan terakhir melawan pemimpin Klan Umbra, mereka harus mengambil keputusan yang sulit.


“Salah satu dari kita harus tetap di sini,” kata Aldrian.


Intan menatapnya kaget. “Apa maksudmu?”


“Jika kita berdua pergi, keseimbangan dunia ini akan hancur. Tapi jika salah satu dari kita tinggal, Aetheria akan selamat, dan yang lain bisa kembali ke dunia asal.”


Intan merasa dadanya mencengkeram rasa sakit yang tak terduga. Ia tidak ingin berpisah.


Tapi sebelum ia bisa berbicara, Aldrian tersenyum kecil. “Aku akan tinggal.”


“Tidak!” Intan hampir menangis. “Jangan lakukan ini!”


Namun Aldrian hanya mengusap rambutnya perlahan. “Aku lebih berguna di sini. Kamu yang harus kembali.”


Dengan kata-kata terakhir itu, Aldrian melepaskan sihir yang ia pelajari, menutup portal dan mengorbankan dirinya demi keseimbangan Aetheria.



---


Bab 5: Kembali ke Dunia Lama


Ketika Intan membuka matanya, ia kembali berada di perpustakaan universitas. Semua terasa seperti mimpi—tapi ia tahu itu nyata.


Tidak ada lagi portal, tidak ada lagi Aetheria. Hanya dirinya... tanpa Aldrian.


Namun, ia tidak menyerah.


Di dalam hatinya, ia tahu bahwa jika gerbang bisa terbuka sekali, maka pasti ada cara untuk membukanya lagi.


Dan suatu hari nanti, ia akan menemukan jalannya kembali ke Aldrian.


Hingga saat itu tiba, ia akan menjaga rahasia ini, merawat kenangan mereka, dan hidup dengan keyakinan bahwa takdir belum selesai menuliskan kisah mereka.


TAMAT.