Senja selalu menjadi waktu favorit Naira. Ia suka duduk di balkon kamarnya, memandangi langit jingga dan bermimpi tentang dunia yang lebih indah. Hidupnya terasa begitu monoton: sekolah, pulang, belajar, dan tidur. Di sisi lain, ia memiliki rasa penasaran yang mendalam tentang apa yang ada di luar dunia yang ia kenal.
Sore itu, ketika ia sedang melamun, sebuah cahaya aneh melintas di langit. Awalnya ia mengira itu hanya kilatan petir, tetapi warna cahaya itu—biru terang bercampur ungu—terasa tidak biasa. Tiba-tiba, sebuah retakan kecil muncul di udara, tepat di depan balkon kamarnya. Retakan itu seperti cermin yang pecah, tapi di baliknya terlihat sesuatu: dunia lain.
Naira mendekat. Ia merasakan angin dingin dari retakan itu, dan tanpa berpikir panjang, ia menyentuhnya. Seketika itu juga, ia tersedot ke dalamnya. Ketika membuka matanya, ia terkejut. Dunia ini seperti cerminan dunia yang ia tinggalkan, tetapi semuanya terasa lebih cerah, lebih indah. Langitnya berwarna biru kehijauan dengan awan berbentuk aneh. Pohon-pohon tinggi menjulang dengan daun-daun yang bersinar.
Yang paling mengejutkan, ia bertemu dengan seorang gadis yang mirip dirinya, tetapi memiliki rambut berwarna perak dan mata ungu. Gadis itu memperkenalkan dirinya sebagai Naia. “Akhirnya kau datang,” kata Naia.
“Apa maksudmu?” tanya Naira.
“Kita berasal dari dunia paralel. Dunia kita adalah cerminan satu sama lain, tetapi ada satu perbedaan besar: di dunia ini, aku adalah kau yang berani mengambil risiko dan tidak takut menghadapi apa pun.”
Naia menunjukkan kehidupannya. Di dunia ini, Naira adalah seorang penjelajah yang terkenal. Ia sudah menjelajahi tempat-tempat paling berbahaya di dunia paralel ini dan dikenal sebagai pahlawan. Naira merasa iri, tetapi juga kagum. “Aku tidak seperti itu,” kata Naira pelan.
Naia tersenyum. “Aku juga pernah takut, tapi aku belajar bahwa keberanian bukan berarti tidak takut. Keberanian adalah melangkah meski kau takut.”
Namun, Naira mulai menyadari sesuatu yang aneh. Dunia ini terlalu sempurna. Tidak ada konflik, tidak ada kesulitan, dan semuanya terasa… kosong. Ketika ia menanyakan hal ini kepada Naia, gadis itu terdiam. “Itu harga yang harus kami bayar. Di dunia ini, tidak ada rasa sakit, tapi juga tidak ada kebahagiaan sejati. Semuanya hanya ilusi.”
Naira tertegun. Ia menyadari bahwa kesempurnaan yang ia cari selama ini mungkin bukan yang ia butuhkan. “Aku ingin pulang,” katanya akhirnya.
Naia mengangguk. “Kau harus melompati portal itu sebelum matahari terbenam, atau kau akan terjebak di sini selamanya.”
Dengan hati berat, Naira melangkah menuju portal yang muncul di langit. Sebelum pergi, Naia memegang tangannya. “Ingat, kau punya keberanian di dalam dirimu. Dunia yang kau tinggalkan adalah tempat di mana kau bisa tumbuh dan menjadi lebih kuat.”
Ketika Naira kembali ke dunianya, langit sudah berubah menjadi gelap. Namun, ia merasa berbeda. Ia tidak lagi melihat hidupnya sebagai sesuatu yang membosankan. Dunia ini, dengan semua kekurangannya, adalah tempat di mana ia bisa menemukan kebahagiaan sejati.
Moral: Dunia yang sempurna tidak ada. Keindahan hidup terletak pada perjuangan dan keberanian untuk terus melangkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar